Ekonomi

46 Penambang Pasir Timah Ditangkap, Johan Murod Akan Ajukan “Restorative Justice”

Editor: Karyudi Sutajah Putra

Jakarta, KABNews.id – Panglima Tambang Rakyat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang juga Panglima Lembaga Adat Melayu Negeri Serumpul Sebalai Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Johan Murod SIP MM mengaku prihatin dengan tertangkapnya 46 penambang pasis timah ilegal oleh Kepolisian Daerah (Polda) Kepualauan Bangka Belitung.

“Kita tentu saja prihatin, karena sebelumnya sudah kita ingatkan agar tidak menambang di kawasan terlarang, apalagi hutan lindung, karena bisa merusak lingkungan dan menyebabkan banjir,” kata Johan Murod kepada KABNews.id yang menghubunginya dari Jakarta, Senin (14/8/2023).

Johan Murod yang juga Ketua Dewan Pemuda Bangka Belitung ini diminta komentar soal Operasi Penertiban Tambang Ilegal (PETI) yang dilaksanakan Kepolisian Daerah (Polda) Kepulauan Bangka Belitung dan jajaran yang berhasil menangkap 46 orang penambang timah yang menjalankan aktivitas di kawasan terlarang.

Menurut Johan, jika mereka yang ditangkap itu terbukti melakukan penambangan pasir timah di kawasan terlarang, apalagi hutan lindung, maka pihaknya tidak bisa berbuat banyak. “Kita tidak bisa berbuat banyak kalau faktanya mereka menambang di Kawasan terlarang,” cetusnya.

Panglima Tambang Rakyat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Johan Murod SIP MM (duduk). (Istimewa)

Namun demikian, kata Johan, pihaknya berencana akan mengajukan “restorative justice” (keadilan restoratif kepada Polda Kepualan Bangka Belitung. “Kita akan ajukan restorative justice secepatnya,” cetus dia.
“Yang bisa menolong mereka adalah Lembaga Adat Melayu Negeri Serumpun Sebalai dengan mengajukan restorative justice, karena jika tambang rakyat tidak operasional, maka ekspor dan neraca perdagangan luar negeri serta perekonomian Kepulauan Bangka Belitung akan terganggu,” jelasnya.

Di sisi lain, kata Johan, sebetulnya PT Timah Tbk memberi kesempatan kemitraan kepada tambang rakyat dengan menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK), asal saja PT Timah Tbk tidak dirugikan. “Dalam hal ini timah harus dijual ke PT Timah Tbk dan jika ada perusahaan smelter lain membeli timah dari IUP (Izin Usaha Pertambangan) PT Timah Tbk, berarti negara dirugikan, dan hal ini merupakan tindak pidana,” tukasnya.

Hal itu, lanjut Johan, seperti kasus yang menimpa eks-Direktur Jenderal Mineral dan Baru Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin yang ditangkap dan ditahan Kejaksaan Agung sebagai tersangka karena mempermudah Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan nikel yang merugikan negara hingga Rp5,7 triliun akibat IUP PT Aneka Tambang Tbk Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, ditambang.

Sebelumnya, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Bangka Belitung Komisaris Besar Jojo Sutarjo mengatakan penangkapan 46 penambang timah ilegal tersebut dilakukan selama Operasi PETI yang dimulai sejak 1 Agustus 2023 hingga berakhir 12 Agustus 2023. “Selama satu pekan ini diungkap 35 kasus tambang timah ilegal di mana 17 kasus di antaranya memang sudah masuk target operasi (TO). Tersangka sebanyak 46 orang yang berprofesi sebagai penambang,” ujar Jojo seperti dilansir Tempo.co, Senin (14/8/2023).

Jojo menuturkan mayoritas tindak pidana yang dilakukan para tersangka adalah melakukan penambangan pasir timah tanpa izin di kawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP), hutan lindung, kawasan pantai dan areal Daerah Aliran Sungai (DAS).

“Para tersangka merupakan sasaran kami dalam operasi PETI. Total personel yang kami kerahkan sebanyak 381 orang. Ini dilakukan dalam upaya menjaga stabilitas dan ketertiban serta keamanan di tengah masyarakat yang resah dengan keberadaan tambang ilegal,” ujar dia.

Menurut Jojo, para tersangka dijerat pidana dengan Pasal 158 Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).

“Di dalam ketentuan tersebut disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Izin Pertambangan Khusus (IPK) terancam hukuman 5 tahun penjara,” ujar dia.

Adapun rincian pengungkapan kasus tersebut, kata Jojo, dilakukan oleh Polda Bangka Belitung sebanyak 5 kasus dengan 10 tersangka, yang berasal dari tangkapan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) sebanyak 4 kasus dengan 9 tersangka dan Direktorat Polisi Perairan dan Udara satu kasus dengan satu tersangka.

“Untuk jajaran Polres ada 30 kasus dengan 36 tersangka. Terdiri dari Polres Pangkalpinang dengan 3 kasus 3 tersangka, Polres Bangka 3 kasus dengan 3 tersangka, Polres Bangka Barat 5 kasus dengan 6 tersangka, Polres Bangka Tengah 5 kasus dengan 7 tersangka, Polres Bangka Selatan 4 kasus dengan 5 tersangka, Polres Belitung 6 kasus dengan 8 tersangka dan Polres Belitung Timur 4 kasus dengan 4 tersangka,” paparnya.

Sedangkan barang bukti yang diamankan, lanjut Jojo, adalah peralatan penambangan seperti mesin, pipa, selang, sejumlah jerigen berisikan bahan bakar minyak (BBM) dan 9 karung berisi pasir yang diduga timah.

Comment here