Hukum

Akademisi Desak Polisi Terbitkan SP3 untuk Putri Balqis, Korban KDRT di Depok

Editor: Karyudi Sutajah Putra

Jakarta, KABNews.id – Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto, Kamis (25/5/2023), membuka opsi “restorative justice” (keadilan restorasi) pada kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Kota Depok, Jawa Barat, yang melibatkan pasangan suami-istri, Bani Idham Fitrianto Bayuni dan Putri Balqis. Keduanya sama-sama menjadi tersangka. Bedanya, sang istri sempat ditahan (kemudian dilepaskan), sedangkan sang suami bebas alias tidak ditahan.

Menurut Karyoto yang juga mantan Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pasangan suami-istri yang sedang bertikai dan viral tersebut akan kembali dipertemukan ketika kondisi keduanya membaik.

Sementara itu, akademisi atau Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Halimah Humayrah Tuanaya mengkritik langkah Polres Metro Depok yang menjadikan Putri Balqis sebagai tersangka dan bahkan kemudian menahannya. “Tindakan penyidik Polres Metro Depok yang menetapkan istri sebagi tersangka sangat keliru. Apalagi kemudian menahannya. Apa yang dilakukan istri adalah pembelaan terpaksa yang dibenarkan oleh hukum,” kata Halimah Humayrah Tuanaya kepada KABNews.id, Jumat (26/5/2023).

Halimah Humayrah Tuanaya. (Foto: Istimewa)

Halimah menguraikan jika perbuatan pidana yang dilakukan seseorang itu ditujukan untuk mengutamakan kepentingan yang lebih besar atau membela kepentingan yang lebih baik (lebih menguntungkan), maka perbuatan (melanggar hukum) itu dapat dibenarkan.

“Dalam hal melakukan pembelaan diri, bila seseorang telah melakukan suatu perbuatan yang sebenarnya melanggar hukum (tindak pidana), akan tetapi pilihan untuk berbuat yang tersedia hanya seperti itu, tidak ada pilihan lain untuk terhindar dari akibat yang lebih buruk lagi yang mengancamnya seketika itu, maka perbuatan itu dapat dijadikan sebagai alasan yang dapat dibenarkan,” jelasnya.

Menurut Halimah, jika merujuk pembelaan terpaksa yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana), yaitu Pasal 49 ayat (1), maka pembelaan diri yang dilakukan Putri Balqis memenuhi syarat-syarat pembelaan terpaksa, yaitu (1) pembelaan itu merupakan suatu keharusan (terpaksa memang harus dilakukan); (2) pembelaan itu dilakukan terhadap serangan yang bersifat melawan hukum; (3) pembelaan itu dilakukan atas serangan yang mendadak dan seketika; (4) serangan yang terjadi itu adalah atas tubuh; dan (5) pembelaan yang dilakukan adalah dengan cara yang wajar, tidak ada cara lain yang patut dilakukan. “Dengan kata lain, pembelaan ini dilakukan dengan tetap memperhatikan asas subsidiaritas,” paparnya.

Dengan demikian, kata Halimah, jelas tindakan Putri Balqis itu merupakan perbuatan yang dibenarkan oleh hukum. “Menetapkan dia sebagai tersangka adalah keliru, apalagi menahannya,” tegas dia.

“Saya menyarankan agar penyidik Pores Metro Depok mengoreksi keputusannya yang telah menetapkan Putri Balqis sebagai tersangka. Tidak perlu malu. Penyidik bisa menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) berdasarkan Pasal 109 ayat (2) KUHAP, yaitu pebuatan yang dilakukan Putri Balqis bukan tindak pidana,” tandasnya sambil menyarankan proses hukum terhadap si suami tetap jalan terus demi memberikan efek jera.

Sebelumnya, Kasat Reskrim Polres Metro Depok AKBP Yogen Heroes Baruno mengatakan, dalam kasus KDRT ini, polisi menetapkan suami beserta istrinya sebagai tersangka. Penyidik turut menetapkan Putri Balqis sebagai tersangka lantaran ia turut melakukan kekerasan terhadap suaminya, Bani Idham. Putri Balqis disebut meremas alat kelamin suaminya ketika keributan itu berlangsung.

Comment here