Ekonomi

Anggota BPK Tersandung Korupsi, DPR Lepas Tangan

Editor: Karyudi Sutajah Putra

Jakarta, KABNews.id – Lepas tangan. Begitulah yang dilakukan DPR ketika ada anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tersandung kasus korupsi. Padahal, DPR-lah yang melakukan fir and propert test (uji kelayakan dan kepatutan) terhadap para calon anggota BPK.

Saat ini, Anggota BPK Achsanul Qosasi telah ditetapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka kasus korupsi proyek base transceiver station (BTS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika yang merugikan keuangan negara hingga Rp8 triliun lebih. Sementara Achsanul, mantan anggota DPR dari Partai Demokrat, diduga menerima suap sebesar Rp40 miliar.

Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso (kanan) berjalan menuju ruang konferensi pers terkait penetapan dan penahanan para tersangka usai terjaring OTT di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (14/11/2023). KPK menahan enam orang tersangka di antaranya Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso dan Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat Patrice Lumumba Sihombing terkait kasus dugaan suap dalam pemeriksaan BPK di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya TA 2023 dengan barang bukti uang suap senilai Rp940 juta. (via Kompas.com)

Anggota BPK lainnya, Pius Lustrilanang, ruang kerjanya disegel Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus korupsi Penjabat Bupati Sorong Yan Piet Mosso di Papua Barat Daya. Pius juga mantan anggota DPR, tapi dari Partai Gerindra.

Namun, DPR terkesan lepas tangan. Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno turut prihatin terhadap banyaknya kasus korupsi yang melibatkan pegawai dan anggota BPK beberapa waktu terakhir. Sebab, menurut dia, peran BPK sebagai sebuah lembaga sangat penting untuk menentukan maju-mundurnya negara. “Kami ikut prihatin dan terus mendorong perbaikan tata kelola dan pengawasan internal di lingkungan BPK,” kata Hendrawan, Jumat (17/11/2023), seperti dilansir Kompas.com.
Hal itu disampaikan saat ditanya apakah Komisi XI DPR akan mengevaluasi proses fit and proper test calon anggota BPK ke depannya merujuk kasus anggota BPK terlibat korupsi. Meski demikian, dia tak menyebut spesifik apakah evaluasi dan perbaikan tata kelola itu juga termasuk proses fit and proper test di DPR. Dia hanya memastikan bahwa soal kasus yang menimpa anggota BPK tidak terkait proses fit and proper test sebelumnya di DPR.
“Fit and proper dilakukan secara transparan. Dalam penetapan program, juga dilakukan konsultasi antara DPR (sebagai lembaga pengawasan) dan BPK (lembaga pemeriksaan),” ucap Hendrawan.

“Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) adalah AKD (alat kelengkapan dewan) yang terus menerus melakukan penelaahan terhadap hasil audit BPK,” kata dia.

Politikus PDI Perjuangan ini mengatakan, kini DPR melalui Komisi XI hanya bisa menyampaikan aspirasi agar peran AKD BAKN diperkuat. Menurut dia, hal itu dilakukan agar kualitas kemitraan DPR dan BPK menjadi lebih kuat. Terakhir, dia berpesan agar seluruh pegawai dan pejabat BPK menjaga kredibilitas lembaga. “Sebagai auditor negara (supreme audit) dengan kewenangan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, maju mundurnya suatu negara sangat ditentukan kredibilitas lembaga BPK-nya,” ucap Hendrawan.

Beberapa waktu belakangan, lembaga BPK disorot karena dugaan para pegawainya terlibat korupsi. Ini terjadi setelah tim KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Sorong, Papua Barat Daya. Dalam operasi ini, KPK menangkap Penjabat (Pj) Bupati Sorong Yan Piet Mosso dan dua pejabat Pemerintah Kabupaten Sorong.

Selain itu, KPK mengamankan dua pemeriksa BPK Perwakilan Provinsi Papua Barat. Di lain pihak, Kejagung menetapkan tersangka terhadap anggota BPK Achsanul Qosasi dalam kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus BTS di Kemenkominfo.

Comment here