Oleh: Saidiman Ahmad, Peneliti Politik dan Kebijakan Publik
Jakarta, KABNews.id – Di California, Amerika Serikat, kebencian bisa menjadi perkara hukum. Dalam undang-undang hukum pidana mereka, terdapat satu jenis kejahatan yang disebut hate crime.
“Hate crimes are not only illegal under state and federal laws, they also violate human rights as defined by international community” (2019 Hate Crime Report, p. 5).
Hate crimes ini muncul dalam bentuk umbar kebencian disertai ancaman pada seseorang berdasarkan prasangka etnis, agama, asal kebangsaan, disabilitas, gender, juga orientasi seksual.
Laporan yang dikumpulkan Los Angeles County Commission on Human Relation menunjukkan bahwa di kota Los Angeles saja terdapat 524 kasus hate crimes sepanjang tahun 2019, tahun sebelumnya 523 kasus. Ini adalah angka tertinggi sejak 2009.
Tiga kelompok masyarakat yang menjadi target kebencian terbesar adalah warga kulit hitam (125 kasus), LGBT (101 kasus), dan Yahudi (93 kasus).
Yascha Mounk (2022) menyebut bahwa keberagaman (diversity) masih menjadi persoalan di banyak negara, termasuk negara-negara demokratis. Identitas membuat warga berkelompok dan membangun prasangka dan kebencian satu sama lain.
Dan yang menarik adalah bahwa masyarakat semakin beragam. Negara-negara yang sebelumnya relatif homogen seperti Swedia juga semakin heterogen.
Gereja
Di depan sebuah katedral di Washington DC, terdapat patung seorang pria bersimpuh di jalan dengan tangan menengadah. Pada tangan yang menengadah itu, terdapat luka bekas koyakan paku. Kedua tangannya, juga kakinya, terkoyak paku.
Patung itu seperti gambaran dua sosok. Pertama tentang Yesus yang dipaku pada tiang salib. Kedua tentang seorang pengemis yang bersimpuh meminta uluran tangan. Yesus dan pengemis ada dalam satu tubuh.
Yesus ada bersama mereka yang lemah. Beberapa langkah dari patung itu, sebuah spanduk terbentang. Di sana tertulis “Made in God’s image. Pray and work to end of racism.”
Patung pengemis dengan luka tusuk di telapak tangannya yang menengadah juga ada di pelataran sebuah gereja di samping Universitas Pennsylvania (Upenn). Nampaknya cukup banyak gereja dengan patung dan pesan serupa.
Di hampir semua gereja besar atau katedral di beberapa kota Amerika Serikat, ada pesan-pesan anti-diskriminasi yang terpampang di sekitarnya, bahkan halaman depannya. Sebuah banner bercorak pelangi terpasang di halaman National City Christian Church bertulis “Love is love.”
Di tempat lain, sebuah mural dengan pesan “God’s doors are open to all” terpampang menghadap jalan besar. Sementara tulisan “Black lives matters” ada di banyak tempat.
Sepintas terlihat gereja-gereja ini demikian bersemangat ikut ambil bagian dalam kampanye anti-diskriminasi. Mengapa? Jawaban pertama yang terpikir adalah bahwa gereja memang memiliki sejarah panjang terlibat dalam aksi-aksi sosial. Bahkan kebijakan sosial yang dipakai oleh negara-negara kesejahteraan diadopsi dari kegiatan serupa yang terlebih dahulu dilakukan oleh gereja.
Gereja sudah sejak lama menjadi pendamping kelompok-kelompok lemah. Sebuah komunitas di Birmingham, negara bagian Alabama, Bernama Greater Birmingham Ministries (GBM) membangun aliansi dengan pelbagai komunitas keagamaan.
Pada awal berdirinya, 1969, komunitas ini menjadi bagian dari gereja Kristen. Tapi mereka kemudian berkembang menjadi organisasi yang lebih inklusif dengan menerima pelbagai komunitas agama lain. Setidaknya sudah bergabung sebanyak 20 lembaga keagamaan, antara lain Kristen, Katolik, Yahudi, dan Islam. Mereka menyebut diri sebagai komunitas keagamaan non-mainstream yang mencoba menguatkan satu sama lain.
Program utama mereka adalah memberi pelayanan pada warga yang terpinggirkan dan miskin. Bagi komunitas ini, kemiskinan dan diskriminasi memiliki kaitan yang erat. Pada banyak kasus, orang-orang miskin adalah orang-orang yang berasal dari komunitas yang mengalami diskriminasi. Karena itu, perlawanan pada kemiskinan dan diskriminasi adalah satu paket yang tidak bisa dipisahkan.
Mereka meyakinan bahwa agama memiliki nilai-nilai yang bisa mendorong menyelesaikan persoalan itu. Bagi mereka, misi utama agama adalah hadir bersama orang-orang yang lemah.
Jawaban kedua bisa diambil dari Robert Putnam dan David Campbell (2012). Mereka menemukan bahwa penurunan ketertarikan kalangan muda pada gereja di Amerika Serikat salah satunya disebabkan adanya kesan bahwa para petinggi atau aktivis gereja lama kurang terbuka, bahkan cenderung diskriminatif pada kelompok berbeda.
Keterlibatan gereja dalam kampanye anti-diskriminasi adalah upaya mereka untuk menjaga pengaruh dan eksistensi pada masyarakat generasi baru yang lebih kritis dan terbuka. Karena gereja atau komunitas agama yang tertutup dan diskriminatif akan kehilangan relevansi pada free market of religions.
Quarker
Mereka menyebut ruangan itu tempat peribadatan. Tapi ini tempat peribadatan yang tidak biasa. Tidak ada mimbar. Tidak ada tempat khusus untuk imam. Tidak ada simbol untuk dipuja. Tidak ada tempat penyucian. Hanya ada jejeran bangku dari empat sisi menghadap ke tengah.
Di tengah tak ada apa-apa. Bangku-bangku itu diisi anak-anak SD dan sejumlah orang tua. Mereka duduk dengan menjaga jarak satu sama lain. Dalam hening, satu demi satu anak-anak SD itu berdiri. Bicara. Mereka mengungkapkan perasaan tentang apa saja yang terpikirkan.
Mereka berdiri dan berbicara bergantian secara sukarela. Mereka merefleksikan apa saja yang mereka anggap penting untuk disampaikan. Tak ada komando. Setelah tak ada lagi yang berdiri, muncul suara musik. Mereka menyanyikan sebuah lagu pendek. Lalu forum ibadah itu bubar dengan sangat tenang.
Mereka adalah murid-murid Friends Select School Philadelphia dari komunitas Quaker. Quakerisme adalah gerakan keagamaan yang lahir sejak abad ke-17 di Inggris dan menyebar ke Amerika Serikat. Gerakan ini sangat terbuka dan egaliter. Mereka menolak ortodoksi keagamaan yang elitis. Mereka membawa semangat kesetaraan, demokrasi, dan menolak perbudakan sejak awal.
Nilai-nilai Quakerisme dianggap menjadi dasar bagi nilai-nilai kebebasan dan demokrasi Amerika. Bagi Quakers, Tuhan bukan entitas yang berjarak, melainkan ada di dalam diri setiap orang apa pun kepercayaannya.
Sekolah ini tidak ingin mengarahkan para muridnya pada doktrin agama tertentu. Mereka memandang setiap anak seperti lampu yang memiliki cahaya masing-masing. Tugas pendidik adalah membuat cahaya itu bisa terus bersinar.
Sejak dini, sekolah ini sudah memperkenalkan ekspresi keragaman gender dan seksualitas. Itu terlihat dari gambar dan karya seni yang mereka buat. Cukup banyak warna pelangi pada karya-karya yang dipajang di dinding.
Pendidikan yang inklusif terhadap perbedaan adalah langkah penting untuk memutus rantai kebencian yang berdasarkan perbedaan identitas. Perjuangan Amerika Serikat dan Indonesia memiliki persoalan yang sama terkait kebencian berdasarkan identitas. Bedanya adalah bahwa di Amerika, perlawanan pada kebencian itu disuarakan secara lantang di jalan, pusat perbelanjaan, sekolah, bahkan dinding-dinding gereja. Sementara di Indonesia, pengibaran bendera pelangi di kedutaan negara lain bisa dianggap pelecehan budaya Nusantara.
Masih cukup banyak yang menganggap diskriminasi pada kelompok tertentu karena perbedaan orientasi seksual sebagai sebuah budaya yang harus dilestarikan. Di Amerika, negara secara sadar terlibat untuk menanggulangi kejahatan karena kebencian identitas.
Indonesia masih perlu bekerja cukup keras untuk sampai ke level ini. Masih cukup banyak pejabat dan politisi yang mememdam prasangka identitas. Masih ada tentara yang dipecat karena orientasi seksual. Ada politikus yang mengusulkan hukum pidana pada minoritas seksual. Namun demikian, optimisme harus tetap dibangun.
Pada Januari 1863, Presiden Abraham Lincoln menulis Emancipation Proclamation yang menyatakan penghapusan perbudakan. Namun butuh 100 tahun warga kulit hitam berjuang menghapus segregasi dan mendapatkan hak-hak sipilnya secara penuh.
Dalam kehidupan sosial, sampai sekarang, warga kulit hitam masih menjadi target utama diskriminasi. Perjuangan harus terus dilanjutkan. Karena kemerdekaan dan kesetaraan, kata Acemoglu dan Robinson (2019), bukan hadiah yang diberikan, tetapi sesuatu yang diperjuangkan.
Dikutip dari Kompas.com, Jumat 10 Juni 2022.
Comment here