Editor: Karyudi Sutajah Putra
Jakarta, KABNews.id – Didi Mahardika, cucu Presiden Pertama RI Soekarno, mengatakan kakeknya dibunuh ketika tinggal di Wisma Yasoo, Jakarta.
Ia melontarkan pernyataan itu dalam wawancara dengan YouTuber Nanda Persada di kanal YouTube V Entertainment, dikutip dari CNNIndonesis.com, Jumat (1/10/2021).
Awalnya, Nanda bertanya terkait alasan Didi membuat video musik TRAH yang berjudul Untuk Indonesia Raya. Video musik itu diambil di beberapa lokasi ikonik di Jakarta, seperti Rumah Cilandak, Bundaran HI, Gelora Bung Karno, dan Museum Satria Mandala.
“Museum Satria Mandala atau Wisma Yasoo, Mas? Mulai gue datang di Satria Mandala atau yang disebut Wisma Yasoo. Wisma Yasoo itu adalah tempat peristirahatan terakhir Bung Karno yang seolah-olah kayak diasingkan gitu ya, tidak diberikan kesempatan untuk membela dirinya di persidangan atau apa pun, seperti diasingkan,” kata Nanda.

Didi langsung menyambar omongan Nanda dan mengatakan bahwa Sukarno tak hanya diasingkan, tapi juga dibunuh di tempat tersebut. “Tidak hanya diasingkan, tapi di situlah bapak kita, bapak bangsa, bapak proklamator kita, yang memperjuangkan kita semua, dibunuh di situ. Dibunuh, iya, harus banyak yang tahu,” ujar Didi.
Nanda kemudian mempertanyakan kembali pernyataan Didi tersebut. Didi lantas menegaskan dirinya yakin akan kejadian tersebut. “Apa perlu gue ulang lagi? Kalau mau ada yang bertanya, mungkin bisa ditanyakan ke ahli sejarah. Ahli sejarah yang bisa menceritakan apa adanya,” kataD idi.
Lebih lanjut Didi mengatakan Museum Satria Mandala saat ini dulunya adalah Wisma Yasoo. Didi menilai keberadaan Wisma Yasoo dicoba ditutup-tutupi dengan mengubah nama tempat itu menjadi Museum Satria Mandala. Bahkan ia mengklaim sempat berbicara dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto terkait Wisma Yasoo ini. “Kenapa dihilangkan Wisma Yasoo-nya gitu? Seperti mau mengalihkan sejarah,” kata Didi.
Sejarawan dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Wildan Sena Utama, mengatakan bahwa Soeharto mulai mengisolasi Soekarno dari kegiatan politik setelah melakukan kudeta.
Upaya Soeharto itu, kata Wildan, sebagai bagian dari “de-Sukarnoisasi”. Hal itu bertujuan agar pengaruh dan ingatan masyarakat terhadap Bung Karno berkurang.
“Aktivitas politik dan kegiatannya sehari-hari diawasi oleh negara,” kata Wildan dikutip dari CNNIndonesia.com, Jumat (1/10/2021).
Wildan mengatakan, Soekarno lantas menetap di Wisma Yasoo hingga meninggal dunia. Saat itu, Soekarno mendapatkan perlakuan tak manusiawi dari rezim Orde Baru. “Soekarno memang mendapat perlakuan yang tidak manusiawi seperti yang seharusnya ia dapatkan sebagai mantan presiden,” kata Wildan.
Sejarawan dari Universitas Indonesia (UI), Bondan Kanumoyoso, mengatakan ada upaya pembiaran oleh rezim saat itu terhadap Soekarno ketika mengalami sakit menjelang kematiannya. Ketika sakit, kata dia, Soekarno justru mendapatkan pelayanan kesehatan yang di bawah standar, padahal, statusnya merupakan mantan Presiden RI.
“Bahkan juga di bawah standar pelayanan manusia biasa itu. Harusnya dibawa ke rumah sakit dan dapat perawatan layak. Setahu saya, kalau seorang mantan presiden sakit pelayanannya setara dengan presiden. Harusnya seperti itu yang didapatkan,” kata Bondan.
Senada, sejarawan Andi Achdian mengatakan dugaan Soekarno dibunuh atau tidak saat di Wisma Yasoo masih menjadi perdebatan. Namun, ia memastikan Soekarno menjelang ajalnya seperti dijadikan tahanan oleh rezim Orde Baru. Kala itu, Soekarno tak bisa mendapatkan hak-haknya dengan sewajarnya.
“Tapi bahwa dia diisolasi dan enggak bisa bertemu artinya ‘dipenjara’, menjadi tahanan Orba itu bisalah. Bahwa memang dibatasi,” kata Andi.
Comment here