Politik

DPR soal Pegawai KPK: Tak Usah Ditarik-tarik Lagi ke Presiden

Editor: Karyudi Sutajah Putra

Jakarta, KABNews.id – Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengatakan pihaknya tak mau melibatkan Presiden Joko Widodo terkait kisruh Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang berbuntut pemecatan 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pernyataan Arsul ini menanggapi dorongan sejumlah pihak agar Presiden Jokowi segera mengambil sikap, terutama merespons rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman RI soal pemecatan pegawai KPK.

“Ya, dalam alam demokrasi boleh-boleh saja menyampaikan sudut pandang seperti itu, tapi yang di DPR pada umumnya tidak berpendapat seperti itu,” kata Arsul Sani dikutip dari CNNIndonesia.com, Jumat (24/9/2021).

Arsul berpendapat, Jokowi telah mengambil sikap yang jelas terkait TWK KPK. Mengutip Jokowi, dia bilang TWK tak bisa jadi alasan untuk pemecatan pegawai. Oleh karena itu, menurut dia, para pihak mestinya tak perlu lagi melibatkan Presiden.

Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani. (Foto: DPR RI)

Persoalan pemecatan pegawai, kata Arsul, adalah masalah di internal komisi antirasuah, yang hingga kini menolak arahan Presiden, termasuk rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman. “Jadi, ya tidak usah ditarik-tarik lagi kepada Presiden. Persoalannya para pejabat terkait yang tidak memiliki rasa hormat terhadap ORI maupun Komnas HAM,” kata Arsul.

Sejumlah pihak sebelumnya mendesak agar Jokowi segera mengambil sikap terkait TWK KPK. Mereka meminta Jokowi segera memenuhi rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman terkait hal itu.

Jokowi disebut bertanggung jawab, terutama untuk memenuhi rekomendasi Ombudsman sesuai Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI.

Sementara itu, pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Feri Amsar berkata, Jokowi bisa dinilai melanggar undang-undang jika tidak memenuhi rekomendasi terkait TWK KPK. Menurut Feri, dalam posisi itu, Jokowi bisa saja diadili dan diberhentikan. “Kalau konteks perbuatan tercela, bukan tidak mungkin masuk kepada ketentuan Pasal 7B ayat (1) UUD 1945, yang bisa menjadi alasan bagi DPR untuk mengajukan pendapat pemberhentian seorang Presiden,” kata Feri.

Comment here