Editor: Karyudi Sutajah Putra
Jakarta, KABNews.id – Dua pangeran Cendana, kakak-beradik Bambang Trihatmodjo dan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto kini dalam bidikan negara. Mereka dibidik karena punya utang yang harus dibayar: Bambang Rp 50 miliar, Tommy Rp 2,6 triliun.
Kedua pangeran itu adalah putra mendiang mantan Presiden Soeharto yang semasa hidupnya tinggal di Jalan Cendana No 8, Menteng, Jalarta Pusat, sehingga keluarga penguasa rezim Orde Baru itu disebut sebagai Keluarga Cendana.
Selain Bambang dan Tommy, putra-putri Pak Harto dengan mendiang mantan Ibu Negara Siti Hartinah atau Ibu Tien Soeharto adalah Sigit Hardjojudanto, Siti Hardiyanti Indra Rukmana alias Mbak Tutut, Siti Hediati Hariadi alias Mbak Titiek, dan Siti Hutami Endang Adiningsih alias Mbak Mamiek.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menagih utang Bambang Trihatmodjo senilai Rp 50 miliar terkait konsorsium SEA Games XIX/1997.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan memastikan pemerintah akan terus mengejar Bambang untuk membayar utang senilai Rp 50 miliar usai gugatannya ditolak Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Dikutip dari berbagai sumber, Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat DJKN Kementerian Keuangan Tri Wahyuningsih mengatakan, pengejaran utang akan dilakukan melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).

“Pengurusannya terus berlanjut seperti biasa. Jadi kita lakukan penagihan sesuai ketentuan PUPN. Proses berjalan seperti biasa, penagihan kembali,” ujar Tri belum lama ini.
Sebelumnya, mantan suami Halimah Tanzil yang kini suami Mayangsari itu melayangkan gugatan ke Menteri Keuangan Sri Mulyani di PTUN Jakarta. Gugatan itu muncul karena Bambang dicekal pergi ke luar negeri.
Pencekalan tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 108/KM.6/2020 tertanggal 27 Mei 2020.
Langkah itu ditempuh pemerintah karena Bambang belum membayar utang senilai Rp 50 miliar terkait konsorsium SEA Games XIX 1997.
Saat itu, Bambang menjabat ketua konsorsium. Untuk perhelatan acara itu, Presiden Soeharto memberi dana Rp 35 miliar melalui bantuan presiden. Tapi rupanya uang itu perlu dikembalikan.
Namun karena tidak kunjung kembali, ada beban bunga yang harus dibayarkan sekitar 5 persen per tahun, sehingga nilainya kini mencapai Rp 50 miliar. Tak terima, Bambang mengajukan gugatan ke PTUN, tapi kemudian ditolak. Kini Bambang kembali mengajukan gugatan perkara yang sama. Gugatan dilayangkan ke PTUN Jakarta, Rabu (25/8/2021).
Skandal BLBI
Sementara itu, Satuan Tugas (Satgas) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) memanggil anak bungsu mantan Presiden Soeharto, Tommy Soeharto untuk menyelesaikan utangnya ke negara sebesar Rp 2,6 triliun. Pemanggilan dilakukan pada Kamis (26/8/2021) lalu.
Tommy Soharto diminta datang ke Gedung Syarifuddin Prawiranegara, Kementerian Keuangan. Informasi itu tertuang dalam pengumuman yang ditandatangani Ketua Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI Rionald Silaban yang dimuat di media masa nasional, seperti dikutip dari CNNIndonesia.com, Selasa (24/8/2021).
Tommy dipanggil atas nama pengurus dari PT Timor Putra Nasional, produsen mobil nasional bermerek Timor tahun 1990-an.
Selain Tommy, Satgas BLBI juga memanggil Ronny Hendrarto Ronowicaksono.
“Agenda: Menyelesaikan hak tagih negara dana BLBI berdasarkan jumlah piutang negara setidak-tidaknya sebesar Rp 2.612.287.348.912,95,” kata pengumuman itu, Selasa (24/8/2021).
Dalam pengumuman itu, Satgas BLBI menyatakan bila Tommy Soeharto dan pihak lainnya yang dipanggil tidak datang atau tak memenuhi kewajiban penyelesaian hak tagih negara, mereka akan melakukan tindakan terhadap Tommy Cs. Namun tak dijelaskan tindakan semacam apa.
Dalam pemanggilan itu, Tommy Soeharto disebutkan tidak datang dan hanya mewakilkan ke utusannya. Sedangkan Ronny Hendrarto disebut datang.
Dikutip dari CNBC Indonesia, Ahad (29/8/2021), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah memanggil 48 obligor maupun debitur yang belum membayar utangnya ke negara terkait dengan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada krisis keuangan tahun 1997-1998 silam. Nama sejumlah pengusaha dan grup usaha kembali mencuat ke permukaan. Salah satunya Tommy Soeharto.
Skandal BLBI telah menyeret sebanyak 48 obligor dan debitur dengan nilai Rp 110,45 triliun. Pemerintah telah membentuk satgas untuk mengejar obligor tersebut, dipimpin oleh Rionald Silaban yang juga Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan untuk melakukan penyitaan sejumlah aset properti milik pihak yang tersangkut kasus BLBI, 22 tahun lalu.
Sri Mulyani mengatakan aset yang diambil alih negara merupakan kolateral dari pinjaman debitur atau pemilik obligor atau pemilik bank yang mendapakan BLBI. Ia menegaskan akan mengejar tagihan utang obligator dan debitur BLBI hingga anak cucu. Sebab, ada kemungkinan peminjam utang BLBI itu sudah menurunkan usahanya ke penerusnya.
“Saya minta tim untuk menghubungi semua obligator ini, termasuk para keturunannya. Karenanya barangkali ada mereka yang usahanya diteruskan ke para keturunannya. Jadi kita akan bernegosiasi dan berhubungan dengan mereka untuk mendapatkan hak negara,” ujar Sri Mulyani.
Untuk tahap awal ada 48 obligator dan debitur yang sudah dipanggil Satgas BLBI untuk dilakukan pemeriksaan. Namun belum semua memenuhi panggilan sehingga akan terus dilakukan.
Sri menjelaskan, pemanggilan akan dilakukan sebanyak dua kali. Pertama dan kedua secara pribadi langsung ke obligator dan debitur. Jika hingga pada panggilan kedua tidak memenuhi maka pemanggilan ketiga akan dilakukan melalui publik.
“Cuma kalau sudah dipanggil 1 dan 2 kali tidak ada respons memang kami umumkan ke publik. Siapa-siapa saja dan kemudian dilakukan langkah-langkah selanjutnya,” jelasnya.
Sri menekankan, seluruh langkah akan ditempuh oleh pemerintah untuk kembali mendapatkan hak negara. Di mana hingga saat ini total dana BLBI yang masih dikelola dan dibayar bunganya oleh Kementerian Keuangan adalah Rp 110,45 triliun.
“Yang penting adalah mendapatkan kembali hak tagih pemerintah atas BLBI yang diberikan lebih dari 22 tahun lalu. Saya berharap obligator dan debitur tolong penuhi semua panggilan dan mari kita segera selesaikan obligasi atau kewajiban anda semua yang sudah 22 tahun merupakan kewajiban yang belum diselesaikan,” tegasnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud Md meminta kepada obligor atau debitur yang tersangkut BLBI menyelesaikan utangnya kepada negara.
“Saya ingin tekankan bahwa proses yang kita lakukan ini adalah proses hukum perdata. Karena hubungan antara debitur dan obligor dengan negara adalah hubungan hukum perdata sesuai putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah inkracht,” kata Mahfud usai menyita aset PT Lippo Karawaci Tbk, Jumat (27/8/2021).
Artinya, kata Mahfud, hubungan keperdataan yang ditetapkan oleh MA saat ini sudah dalam proses penyelesaian akhir dari suatu perkara perdata dalam kerangka penetapan atau hubungan yang dilakukan oleh BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dengan para obligor dan debitur.
Saat ini aset-aset yang ada kaitannya dengan obiligor atau debitur yang terlibat dalam kasus BLBI sudah menjadi hak negara untuk ditagih.
“Sekarang sudah jadi hak negara untuk menagih, kita akan berupaya sepenuhnya selesai sebagai hukum perdata atau melalui proses-proses perdata,” jelas Mahfud.
Bahkan, kata Mahfud, jika melalui proses perdata para obligor atau debitur tetap mangkir, negara tak segan-segan untuk menindaklanjutinya dengan hukum pidana.
“Hukum pidana dilanjutkan apabila yang bersangkutan memberikan keterangan palsu, pengalihan aset terhadap yang sah sudah dimiliki oleh negara, penyerahan dokumen-dokumen yang juga palsu, dan sebagainya. Itu bisa jadi hukum pidana,” tegas Mahfud.
Oleh karena itu, kata Mahfud, negara melalui Satgas BLBI saat ini sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri yang akan bersama-sama menyelidiki orang-prang yang terlibat dalam kasus BLBI.
“Kami harap ini bisa selesai sebagai hukum perdata sesuai dengan tenggat yang diberikan Presiden (Joko Widodo) yaitu Desember 2023,” jelas Mahfud.
Sementara itu, Jumat (27/8/2021) pemerintah berhasil menyita 49 bidang tanah eks-BLBI dengan luas 5,29 juta meter persegi. Tanah itu berada di Medan, Sumatera Utara, Pekanbaru, Riau, Bogor, Jawa Barat, dan Karawaci, Tangerang, Banten. Salah satu tanah yang disita adalah milik PT Lippo Karawaci Tbk yang luas tanahnya mencapai 25 hektare senilai Rp 5 triliun.
Di pihak lain, manajemen PT Lippo Karawaci Tbk menyatakan aset yang disita terkait kasus BLBI tersebut sudah bukan milik Lippo Karawaci lagi.
Kepemilikan lahan sudah diambil alih oleh pemerintah setelah krisis moneter, sekitar tahun 2001 lalu, ungkap Corporate Communications Lippo Karawaci Danang Kemayang Jati.
Comment here