Hukum

Gagal Lindungi Ahmadiyah di Sintang, Pemerintah Gagal Tegakkan Konstitusi

Editor: Karyudi Sutajah Putra

Jakarta, KABNews.id – Dua ratusan orang kelompok massa yang mengatasnamakan Aliansi Umat Islam (AUI) Sintang dengan motor utama Persatuan Orang Melayu (POM), Jumat (3/9/2021) siang, melakukan penyerangan terhadap kelompok Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Desa Balai Harapan, Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Massa melakukan pembakaran bangunan musala JAI, serta merusak dan mengobrak-abrik masjid Miftahul Huda yang dibangun oleh JAI.

Terkait hal itu, Setara Institute menyampaikan beberapa pernyataan berikut:

Pertama, mengutuk keras tindakan biadab yang dilakukan oleh gerombolan kelompok intoleran tersebut. “Tindakan kekerasaan atas nama apa pun merupakan kebiadaban, merusak kedamaian dalam tata kebinekaan, dan oleh karena itu mestinya tidak dibiarkan oleh negara,” kata Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos di Jakarta, Jumat (3/9/2021).

Kedua, Setara Institute mengecam keras kegagalan pemerintah dalam melindungi sekelompok warga negara Indonesia di Sintang yang diserang, dilanggar hak-hak konstitusional untuk beragama dan beribadah, serta direndahkan martabat kemanusiaannya hanya karena pilihan keyakinan berdasarkan nurani. Padahal, UUD 1945 menjamin hak-hak dasar tersebut. Dengan demikian, pemerintah pada dasarnya gagal menegakkan jaminan konsitusi,” jelas Choky, panggilan akrab Bonar Tigor Naipospos.

Ketiga, dalam pandangan Setara Institute, kejadian penyerangan merupakan kulminasi dari tiga faktor. Pertama, ketundukan pemerintah daerah kepada kelompok intoleran. :Sudah sejak awal Pemerintah Kabupaten Sintang tunduk, mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Pelarangan Ahmadiyah atas tuntutan kelompok intoleran. Kedua, dinamika politik lokal. “Beberapa elite bermain politik dengan kelompok intoleran demi dukungan, terutama saat Bupati sedang sakit dan Wakil Bupati diangkat menjadi Pelaksana Tugas (Plt). Ketiga, kegagalan aparatur keamanan dalam mencegah terjadinya serangan dan menangani kekerasan yang dilakukan oleh penyerang di lokasi. Ancaman, intimidasi, dan indikasi kekerasan sebenarnya sudah mengemuka sejak jauh-jauh hari, terutama sejak awal Agustus,” papar Choky. 

Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan (Foto: Setara Institute).

Keempat, Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan menambahkan, pihaknya mendesak aparat kepolisian untuk melakukan penegakan hukum yang adil dengan menetapkan para pelaku sebagai tersangka. Selain itu, aparat keamanan juga harus menjamin keamanan pribadi korban dari tindakan kekerasan lebih lanjut.

Kelima, Setara Institute mendorong pemerintah pusat, khususnya Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, dan Kejaksaan Agung untuk mengambil langkah-langkah serius dalam mencabut SKB Pelarangan Ahmadiyah. “Secara faktual, SKB tersebut telah memantik aneka peristiwa pelanggaran hak dan kekerasan terhadap Ahmadiyah. Demikian pula, Kemendagri dan Kemenag harus mengambil langkah memadai dalam merevisi PBM 2 Menteri tentang Pendirian Rumah Ibadah. Kedua regulasi ministerial tersebut nyata-nyata bermasalah dari sisi substansi dan secara faktual telah dijadikan alasan pembenar dalam banyak peristiwa persekusi atas kelompok minoritas agama,” tandas Halili.

Sikap Komnas HAM

Sementara itu, Komisi  Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan peristiwa kekerasan yang dialami jAI di Sintang merupakan tindakan pelanggaran HAM dan hukum. 

Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam mengatakan, pelanggaran HAM dan hukum tersebut termasuk tindakan pelarangan beribadah, perusakan tempat ibadah, dan harta benda lainnya.

Untuk itu, Komnas HAM telah meminta pihak Kepolisian RI, khususnya Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Barat untuk melakukan pencegahan terhadap kekerasan dan potensi konflik.

“Untuk memastikan tidak meluasnya peristiwa kekerasan yang terjadi, Komnas HAM meminta Mabes Polri dan Polda Kalimantan Barat untuk turun tangan dengan maksimal,” kata Anam dalam keterangan resminya, Jumat (3/9/2021).

Di samping memastikan kekerasan tidak menyebar luas, kata Anam, penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan dan pelanggaran kebebasan beragama harus dilakukan.

“Penting dalam kondisi saat ini jaminan tidak ada kekerasan lagi dan penegakan hukum segera dijalankan,” pintanya. 

Selain itu, lanjut Anam, mekanisme cooling system kepolisian harus dijalankan untuk mencegah upaya siar kebencian dan tindakan provokatif lainnya. “Komnas HAM juga meminta semua pihak, khususnya pemerintah daerah untuk mengambil langkah memastikan peristiwa kekerasan tidak terjadi lagi,” pungkasnya.

Sikap Pemerintah

Terpisah, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md meminta Kapolda Inspektur Jenderal R Sigid Tri Hardjanto dan Gubernur Kalbar Sutarmidji segera menangani kasus perusakan masjid Ahmadiyah di wilayah tersebut. Mahfud mengklaim telah menghubungi Kapolda dan Gubernur Kalbar untuk mengetahui dan memastikan peristiwa penyerangan dan perusakan rumah ibadah milik Ahmadiyah di Sintang, Jumat (3/9/2021).

“Saya sudah berkomunikasi dengan Gubernur dan Kapolda Kalimantan Barat agar segera ditangani kasus ini dengan baik dengan memperhatikan hukum, memperhatikan kedamaian, kerukunan, dan memperhatikan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Semuanya harus ikut aturan hukum,” kata Mahfud yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Jumat (3/9/2021).

Mahfud menegaskan Kapolda dan Gubernur Kalbar sudah menangani masalah ini dan segera menyelesaikannya secara hukum, sehingga semua pihak diharapkan dapat menahan diri. “Ini masalah sensitif, semuanya harus menahan diri. Kita hidup di NKRI di mana hak-hak asasi manusia dilindungi oleh negara,” kata Mahfud yang menyesalkan peristiwa itu terjadi.

Kepada semua pihak, Mahfud mengingatkan tentang penghormatan terhadap HAM. Menurut Mahfud, negara menjamin terhadap orang yang berusaha hidup dengan nyaman di daerah yang dikehendaki.

“Kehadiran negara ini yang pertama-tama sebenarnya adalah melindungi hak asasi manusia dan martabat manusia, maka kita merdeka. Dari perlindungan terhadap martabat manusia itu lalu kita menggariskan apa tujuan bernegara ini, kesejahteraan umum. Ini yang harus dijaga, yakni keamanan, ketertiban, dan perlindungan terhadap orang yang berusaha hidup dengan nyaman di daerah yang dikehendaki,” tandasnya.

Comment here