Editor: Dwi Badarmanto
Jakarta, KABNews.id – Seperti embun pagi, maka akan menguap begitu saja ketika diterpa cahaya mentari. Demikianlah isu tentang transaksi mencurigakan sebesar Rp300 triliun, belakangan bertambah menjadi Rp349 triliun, di Kementerian Keuangan. Tak akan jelas ujung pangkalnya!
Isu tersebut mencuat ke permukaan setelah diembuskan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Rabu (8/3/2023) lalu. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menyingkap transaksi janggal senilai Rp300 triliun di Kemenkeu.
Mahfud juga mengatakan transaksi tersebut melibatkan setidaknya 467 pegawai Kemenkeu dan terjadi sejak 2009. “Sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai,” kata dia.

Pernyataan Mahfud ini diiyakan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana. “Itu akumulasi dari hampir 200 Informasi Hasil Analisis (IHA) yang kami sampaikan kepada Kemenkeu sejak 2009 sampai 2023,” kata Ivan, Rabu (8/3/2023).
Namun, tak berapa lama kemudian Ivan menjelaskan nilai jumbo itu bukan berarti nilai dari hasil tindak penyimpangan seperti korupsi yang dilakukan oleh pegawai Kemenkeu. Ia mengatakan nilai itu terkait dengan dugaan tindak pidana asal kepabeanan dan perpajakan yang ditangani Kemenkeu sebagai penyidik. “Ini lebih karena posisi Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal, sama seperti KPK, Kepolisian dan Kejaksaan. Nilainya juga besar-besar,” ujar Ivan di Kementerian Keuangan, Selasa (14/3/2023).
Tapi, ia tak menampik adanya aktivitas mencurigakan dari pegawai Kemenkeu. “Kami menemukan sendiri terkait dengan pegawai, tapi itu nilainya tidak sebesar itu, nilainya sangat minim,” kata dia.
Sontak, apa yang disampaikan Ivan itu memicu kekecewaan publik. Salah satunya pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari Universitas Trisakti Yenti Garnasih. Ia menyayangkan sikap PPATK yang seolah-olah memberikan harapan tinggi bagi masyarakat untuk membongkar harta tak wajar yang dimiliki oleh para abdi negara. “Aneh, tiba-tiba belok ke kejahatan pajak dan cukai. Mengapa baru ngomong sekarang setelah beberapa hari,” kata Yenti dikutip, Rabu (15/3/2023) seperti dilansir Katadata.
DPR Akan Panggil
Di pihak lain, Komisi III DPR berencana memanggil Menko Polhukam Mahfud MD selaku Ketua Komite Nasional Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani selaku anggota Komite Nasional TPPU untuk dimintai keterangan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Partai Nasdem Ahmad Sahroni mengatakan, Sri Mulyani akan dipanggil dalam kapasitasnya sebagai Anggota Komite Nasional TPPU yang dipimpin Mahfud. Bendahara negara ini akan dimintai keterangan bersama Mahfud dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana selaku Sekretaris Komite.
“Karena kalau anggota Komite Nasional TPPU maka kita mengundang atas dasar Komite Nasional TPPU,” kata Sahroni saat akan menutup rapat terkait transaksi mencurigakan itu dengan Kepala PPATK di ruang rapat Komisi III, Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Diberitakan, pemanggilan kepada Sri Mulyani dan Mahfud MD direncanakan akan dilakukan pada 29 Maret 2023. Pemanggilan terhadap Sri Mulyani ini merupakan tindak lanjut dari rapat kerja dengan PPATK sebelumnya. Namun, para anggota dewan di komisi itu merasa rapat tidak akan membuahkan hasil yang konkret jika ketiga orang di Komite TPPU itu tidak dihadirkan secara sekaligus.
Sebab, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyatakan bahwa data Rp349 triliun itu merupakan atas permintaan Mahfud MD dan terkait dengan dugaan TPPU yang sedang diselidiki oleh penyidik di Kemenkeu, baik di DJP maupun DJBC.
Ivan menceritakan, mulanya data itu diminta Mahfud karena ada kasus yang menimpa Rafael Alun Trisambodo pejabat eselon III di Ditjen Pajak yang telah dicopot oleh Sri Mulyani. Lalu muncul kasus pamer harta kekayaan para pejabat di Kemenkeu yang laporan LHKPN-nya tidak jelas.
Comment here