Hukum

Kasus Eks-Dirjen Minerba, Johan Murod: Gajah Bertarung, Pelanduk Mati di Tengah

Editor: Karyudi Sutajah Putra

Jakarta, KABNews.id – Eks-Direktur Jenderal Mineral dan Baru Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin ditetapkan Kejaksaan Agung sebagai tersangka karena mempermudah Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan nikel yang merugikan negara hingga Rp5,7 triliun akibat Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Aneka Tambang Tbk Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, ditambang.

Panglima Lembaga Adat Melayu Negeri Serumpul Sebalai Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Johan Murod SH SIP MM menyatakan, patut diduga eks-Dirjen Minerba Ridwan Djamaluddin tersebut menjadi korban dari pertarungan perusahaan-perusahaan tambang raksasa di Indonesia. “Ibarat gajah bertarung, pelanduk mati di tengah,” kata Johan Murod kepada media yang menghubunginya dari Jakarta, Senin (14/8/2023).

Ridwan Djamaluddin yang juga mantan mantan Penjabat (Pj) Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, kata Johan, dilihat dari track records atau rekam jejaknya adalah pejabat yang selalu memikirkan bagaimana perekonomian Indonesia dapat bertumbuh kembang untuk kesejahteraan rakyat.

Panglima Lembaga Adat Melayu Negeri Serumpul Sebalai Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Johan Murod SH SIP MM. (Istimewa)

Oleh karena itu, kata Johan, kemudahan RKAB terhadap perusahaan nikel dimaksudkan sebagai upaya Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Ketika menjadi Pj Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, kata Johan, Ridwan Djamaluddin juga berusaha menata carut-marutnya penambangan timah di Kepulauan Bangka Belitung, dan di era Ridwan Djamaluddin pembangunan berbagai infrastruktur seperti jalan, pelabuhan dan lain-lain berjalan secara masif.

“Sebagai anggota masyarakat Kepulauan Bangka Belitung, wajar jika saya prihatin atas musibah ini, dan semoga para pengacara yang notabene orang Kepulauan Bangka Belitung yang ada di Jakarta mau melakukan pembelaan terhadap Ridwan Djamaluddin. “Karena jika ada kerugian negara, itu adalah perusahaan pertambangan. Ini ‘kan persaingan bisnis. Yang kita khawatirkan, pengusaha takut berinvestasi di Indonesia akibat kasus ini,” paparnya.

Berdasarkan keterangan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana, peran Ridwan Djamaluddin dalam kasus ini adalah memberikan suatu kebijakan yang terkait dengan Blok Mandiodo, yang menyebabkan kerugian negara seluruhnya Rp5,7 triliun.

Diketahui, Kementerian ESDM melalui Dirjen Minerba merupakan pihak yang memproses penerbitan RKAB tahun 2022 sebesar 1,5 juta metrik ton ore nikel milik PT Kabaena Kromit Pratama (KKP) dan beberapa juta metrik ton ore nikel pada perusahaan lain di sekitar Blok Mandiodo tanpa melakukan evaluasi dan verifikasi sesuai ketentuan.

Padahal, kata Ketut, perusahaan tersebut tidak mempunyai deposit/cadangan nikel di wilayah IUP tersebut, sehingga dokumen RKAB tersebut (dokumen terbang) dijual kepada PT Lawu Agung Mining yang melakukan penambangan di wilayah IUP PT Anteka Tambang (Antam) Tbk, seolah-olah nikel tersebut berasal dari PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lain yang mengakibatkan kekayaan negara berupa ore nikel milik negara, dalam hal ini PT Antam, dijual dan dinikmati hasilnya oleh pemilik PT Lawu Agung Mining, PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa pihak lain.

Berdasarkan keterangan Kapuspenkum Kejagung itu, Johan Murod kian yakin bahwa eks-Dirjen Minerba Ridwan Djamaluddin hanya menjadi korban pertarungan perusahaan-perusahaan tambang raksasa. “Patut diduga dia sebenarnya korban dari pertarungan perusahaan-perusahaan tambang besar,” tegas Johan Murod yang juga Panglima Tambang Rakyat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Johan kemudian menyarakan Ridwan Djamaluddin mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. “Supaya hakim menetapkan bahwa penetapan tersangka itu sah atau tidak,” tandasnya.

Comment here