Opini

Menikahlah, Pesan Socrates

Oleh: Maghfur M Ramin

Jakarta, KABNews.id – Aku menyarankan kamu untuk menikah. Kalau kamu mendapatkan istri yang baik, kamu akan bahagia, kalau tidak, kamu akan jadi seorang filosof.

Quote populer Socrates sungguh menusuk untuk berpikir ulang tentang tetek-bengek pernikahan. Nikah tidak hanya urusan laki-laki untuk menentukan pendamping hidup, tapi juga perempuan memiliki hak untuk memastikan calonnya. Nikah menjadi bagian dalam al-maqasid al-syariah, yaitu hifdz al-nafs, menjaga jiwa dalam bentuk keturunan, kata Ketua MUI Pusat Cholil Nafis di stasiun televisi ketika membahas nikah beda agama.

Plato bertanya kepada Socrates tentang makna pernikahan. Socrates menanggapi dengan menyuruh Plato pergi ke hutan dan menebang pohon yang paling tebal dan terkuat. Plato mengikuti instruksi Socrates, tetapi tidak membawa kembali pohon tersebut. Dia membawa pulang pohon yang bagus sebagai gantinya.

Socrates bertanya kepadanya mengapa dia memilih pohon itu, dan Plato menjelaskan bahwa dia melihat beberapa pohon yang baik di sepanjang jalan. Dia memilih pohon itu yang dia bawa kembali, karena beranggapan pohon tersebut yang terbaik. Socrates kemudian menegaskan: itulah arti pernikahan.

Dari cerita ini, dapat ditarik benang merahnya bahwa hikmah pernikahan terletak pada pengambilan keputusan dan memilih apa yang diyakini sebagai pilihan terbaik. Ini menunjukkan, pernikahan sebagai komitmen yang membutuhkan pertimbangan cermat dan kemauan untuk membuat pilihan tanpa kemungkinan untuk kembali.

ILustrasi menikah. (detik.com)

Kisah ini juga menyiratkan pilihan yang dibuat dalam pernikahan melibatkan penilaian dan persepsi seseorang tentang apa yang terbaik. Artinya, dalam pernikahan butuh dialog guna menentukan pasangan hidup yang lebih bestari. Adanya dialog dalam pernikahan didasari oleh kondisi “tidak tahu” atau “bodoh yang sadar”. Ini sebuah kesadaran bahwa kita tidak tahu segalanya dan terus mencari tahu.

Di hadapan orang lain, kita posisikan tidak tahu banyak tentang calon pendamping hidup. Dalam istilah Jawa, takon-takon sek karo tanggane. Bertanya ke tetangga atau orang lain tentang calon pasangan hidup bisa lebih kenal perihal bibit, bebet, dan bobot dalam memilih pasangan.

Dialog diharapkan menemukan titik temu pasangan yang baik. Alasannya? Pasangan yang baik dapat membawa kebahagiaan dalam pernikahan karena bisa memberikan persahabatan, dukungan, dan cinta. Memilih pasangan yang baik membutuhkan pertimbangan dan penilaian yang jeli, yang menyuburkan pernikahan bahagia nan memuaskan. Pasangan yang baik dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan perkembangan pribadi.

Dalam memilih calon pasangan, masyarakat Jawa mengutamakan kualitas dan perilaku baik. Hal ini mencakup sikap, moralitas, dan integritas calon pasangan, yang akan membantu membangun hubungan sehat nan harmonis. Dalam pernikahan, kita mencari bahagia yang lebih awet.

Kita semua ingin bahagia, hanya saja cara dan bentuk bahagianya yang berbeda. Kebahagiaan menjadi tujuan puncak kehidupan. Kebahagiaan tidak hanya materialistis, melainkan juga keadaan pikiran yang bisa dicapai melalui cocok tanam kebijaksanaan dan kebajikan. Kebahagiaan tidak bisa diraih melalui perolehan kekayaan materi, melainkan dengan praktik kebajikan dalam pernikahan.

Kebijaksanaan menjadi kunci menuju kebahagiaan. Dengan memahami sifat dunia keluarga dan isinya, kita bisa menggapai kedamaian batin dan kepuasan tersendiri dalam berumah tangga. Kebajikan sangat penting untuk terealisasinya kebahagiaan. Hidup bajik, hidup bahagia.

Kebijaksanaan dan kebahagiaan bertalian erat. Lebih lengket ketimbang tempered glass. Kebijaksanaan melahirkan anak yang bernama kebahagiaan, yang artinya orang bijaksana tidak gubris bagaimana hal-hal tak urgen berjalan dalam hidup. Layar bahagia tidak tergores oleh materialistis. Kebahagiaan sebagai pertimbangan dasar untuk tindakan nikah.

Kita mengambil keputusan yang memprioritaskan kebahagiaan dan kesejahteraan bersama yang bersifat abadi. Kita bisa mengembangkan hubungan positif dengan keluarga, teman, kolega, dan lain-lain. Kita selalu berlatih syukur dan fokus pada aspek-aspek positif dalam rumah tangga. Bagaimanapun caranya, menikahlah, kalau dapat pasangan yang baik, maka kamu bahagia; kalau tidak, ya perbaiki, pesan sang filsuf sambil nginang kebijaksanaan.

Maghfur M Ramin, dosen Filsafat IIQ An Nur, Yogyakarta.

Dikutip dari detik.com, Jumat 11 Agustus 2023.

Comment here