Hukum

Pernyataan Adik Prabowo Sakiti Keluarga Korban Penculikan dan Lukai Rasa Keadilan Masyarakat

Editor: Karyudi Sutajah Putra

Jakarta, KABNews.id – Hashim Djojohadikusumo, adik kandung calon presiden (capres) Prabowo Subianto, baru-baru ini menyampaikan pernyataan terkait kasus penghilangan orang secara paksa (penculikan) aktivis 1997-1998 yang diduga melibatkan kakaknya itu dengan menyatakan bahwa keterlibatan Prabowo Subianto dalam kasus pelanggaran HAM masa lalu tidak memiliki bukti. Hashim bahkan mengatakan bahwa kasus tersebut sudah dibahas 10.000 kali dan dugaan keterlibatan Prabowo Subianto tidak terbukti.

Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Lupa menilai pernyataan Hashim tersebut menyakiti korban dan keluarga korban penghilangan paksa 1997-1998 serta melukai rasa keadilan masyarakat. “Apalagi terdapat 13 orang yang diculik hingga kini belum kembali,” kata Dimas Bagus Arya dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) kepada KABNews.id, Senin (20/11/2023).

Hashim Djojohadikusumo, adik kandung calon presiden (capres) Prabowo Subianto. (Foto: detik.com)

Selain KontraS, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Lupa terdiri atas IKOHI, Imparial, Elsam, PBHI Nasional, Centra Initiative, WALHI, HRWG, Forum De Facto, dan Setara Institute.

Menurut Dimas, pernyataan Hasyim sesungguhnya sangat tidak pantas diucapkan, mengingat Prabowo Subianto hingga kini belum diminta pertanggungjawabannya dalam sebuah proses hukum yang fair dan akuntabel (dapat dipertanggungjawabkan) atas dugaan keterlibatannya dalam kasus penculikan dan penghilangan paksa 1997/1998. “Hasyim seharusnya turut mendorong kasus tersebut diungkap di ruang pengadilan, termasuk untuk menguji kebenaran dari ucapannya,” pintanya.

Penting dicatat, kata Dimas, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa 1997/1998, merupakan bagian dari mandat agenda politik 1998. “Selama kasus-kasus tersebut belum diselesaikan secara tuntas, termasuk melalui proses peradilan HAM, selama itu pula desakan dan tuntutan penyelesaiannya akan terus disuarakan dan tidak akan pernah surut,” tegasnya.

Komnas HAM dalam hasil penyelidikannya, kata Dimas, telah menetapkan kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa 1997/1998 sebagai peristiwa pelanggaran berat HAM masa lalu.

Sebelumnya juga, lanjut Dimas, dalam Surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) No KEP/03/VIII/1998/DKP tentang Rekomendasi Pemberhentian Prabowo Subianto sebagai Letnan Jenderal TNI dinas, Prabowo terbukti memerintahkan melakukan penangkapan dan penculikan terhadap beberapa aktivis tahun 1997-1998.

“Pada 2009, Panitias Khusus (Pansus) Orang Hilang di DPR juga telah mengeluarkan empat rekomendasi kepada pemerintah yang salah satunya adalah membentuk Pengadilan HAM (Ad Hoc) kasus penculikan dan penghilangan paksa 1997/1998. Rekomendasi tersebut seharusnya dijalankan oleh Presiden Joko Widodo, dan Prabowo dapat mengklarifikasi semua dugaan keterlibatan yang diarahkan kepadanya di ruang pengadilan,” paparnya.

Gufron Mabruri dari Imparsial menambahkan, pernyataan Budiman Sujatmiko yang menyatakan bahwa Prabowo mengakui penculikan dan mereka yang dia culik telah dikembalikan, sejatinya memperkuat pentingnya segera dibentuk Pengadilan HAM AD Hoc dan meminta pertanggungjawaban Prabowo dalam kasus penculikan dan penghilangan paksa 1997/1998.

“Pengakuan tersebut secara nyata bahwa Prabowo memang terlibat, meskipun menurut pengakuannya bahwa mereka yang dia culik telah dikembalikan. Tindakan penculikan adalah sebuah kejahatan dan pengembalian mereka yang diculik tidak serta merta menghapus kejahatannya,” tukasnya.

Gufron menilai, pengadilan adalah satu-satunya tempat yang tepat untuk menguji semua bukti dan keterangan terkait kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa 1997/1998, termasuk pernyataan Hashim yang menyatakan ketidakterlibatan Prabowo Subianto.

“Sebagai warga negara, Hashim seharusnya ikut mendorong dan mendesak Presiden Jokowi untuk segera membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa 1997/1998 agar Prabowo Subianto dapat mengklarifikasi dugaan keterlibatannya melalui proses peradilan yang fair dan akuntabel. Bukan malah sebaliknya, membuat pernyataan pembelaan yang hanya menyakiti korban, keluarga korban dan melukai rasa keadilan masyarakat,” tandasnya.

Comment here