Oleh: Rudi S Kamri
Pengamat Sosial Politik dan CEO Kanal Anak Bangsa
Mungkin hampir semua masyarakat Indonesia masih ingat kehebohan sekitar 6 tahun lalu saat pedangdut Saipul Jamil tersandung masalah pidana pelecehan seksual terhadap salah satu penggemarnya, anak remaja bawah umur. Publik terhenyak, karena tidak menyangka seorang Saipul Jamil berkelakuan bejat dan mempunyai preferensi seksual yang menyimpang, mengingat dia pernah menikah dua kali, salah satunya dengan pedangdut cantik Dewi Perssik. Tak pelak julukan pedofil dan penjahat seksual pun melekat pada sosok Saipul Jamil.
Proses persidangannya pun jadi heboh karena Saipul Jamil juga ternyata terbukti berusaha menyuap petugas persidangan. Singkat cerita akhirnya Saipul Jamil divonis 8 tahun penjara dan dieksekusi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Cipinang, Jakarta Timur.
Saipul Jamil mendekam di Lapas Cipinang ternyata hanya sekitar 5 tahun. Karena dia mendapat remisi atau pengurangan hukuman total 30 bulan; sesuatu yang mengagetkan saya karena bagaimana mungkin seorang pedofil yang merupakan ancaman serius bagi masyarakat mendapatkan diskon hukuman yang luar biasa besar? Di sisi ini saya menyesalkan cara berpikir linier dari pejabat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang seolah tidak mempunyai kepekaan sosial dan nurani dalam menjalankan tugasnya. Aneh bin ajaib.
Sesaat Saipul Jamil tenggelam di balik jeruji besi. Tapi beberapa hari lalu saat masa hukumannya berakhir, ada kehebohan baru yang dibuat. Seorang pedofil keluar penjara disambut bak pahlawan yang pulang dari medan perang. Seperti pemenang medali emas Olimpiade, sang pedofil diberikan kalungan bunga dan diarak dengan mobil super mewah dengan kap terbuka. Sang pelaku pelecehan seksual pada anak bawah umur, terlihat semringah melambaikan tangan ke masyarakat “sakit jiwa” yang mengelu-elukan kebebasannya.
Saya tidak tahu siapa yang menyeting keriaan ini. Mobil Porsche, kalungan bunga, liputan infotainment dan pengerahan massa kelas nasi bungkus tidak mungkin terjadi begitu saja. Pasti by design. Dan manakala sore harinya ternyata Saipul Jamil muncul di acara infotainment sebuah televisi, saya baru sadar bahwa di balik semua ini adalah kepentingan industri hiburan. Para pemilik modal dengan tanpa hati nurani dan empati sosial menabrak semua norma kepatutan, menghadirkan sosok sang pedofil di ruang publik. Ini tragedi kemanusiaan. Lucunya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak bereaksi. Mereka baru beraksi saat masyarakat akal sehat protes keras terkait peliputan dan sambutan atas sang pedofil.
Yang lebih lucu lagi, begitu keluar pintu penjara saat diwawancarai wartawan infotainment sang pedofil dengan anehnya berujar, “Saya ikhlas memaafkan korban”. Luar biasa bukan? Akal sehat dan logika kewarasan kita dijungkirbalikkan oleh narasi sang pedofil. Bayangkan, pelaku kejahatan memaafkan korban. Ini aneh tapi nyata bukan? Hanya terjadi di Indonesia.
Fenomena apa yang terjadi dengan kegilaan ini? Industri hiburan yang bergerak tanpa nurani atau virus pragmatisme sudah jadi pandemi? Kalau kita melihat, petugas penjara sudi merendahkan martabat dirinya mengantarkan sang mantan napi sampai di pintu mobil dan bagaimana kita melihat petugas Polisi Lalu Lintas ikut melambaikan tangan kepada sang pedofil. Virus pragmatisme sudah menjalar ke otak penyelenggara negara.
Bagaimana cara kita mengatasi fenomena kegilaan ini? Sanksi sosial dan sikap kritis harus terus-menerus ditembakkan ke ruang publik. Masyarakat Indonesia berakal sehat harus tetap bersuara untuk menepis persepsi dunia bahwa negeri ini surga bagi kaum pedofil. Karena sebagian kelompok masyarakat sudah begitu permisif terhadap kejahatan seksual kepada anak bawah umur. Melihat kejadian memalukan ini selayaknya negara tidak boleh diam saja. Virus pragmatisme sama bahayanya dengan Covid-19. Karena berpotensi merusak norma dan tatanan bermasyarakat bangsa ini. Anehnya, sampai saat ini saya belum sekalipun mendengar dan melihat pernyataan dari emerintah cq Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Apakah perlindungan anak terhadap kekerasan seksual seperti yang dilakukan oleh Saipul Jamil tidak dianggap penting bagi pemerintah? Entahlah.
Saya hanya ingin mengajak masyarakat, jangan beri ruang bagi penjahat kelamin, dan mari boikot sang pedofil!
Comment here