Hukum

Simsalabim Ubah Putusan MK, Guntur Didesak Mundur!

Editor: Dwi Badarmanto

Jakarta, KABNews.id – Hanya ada satu kata buat Guntur: mundur! Sebab, ia telah menyulap putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Simsalabim abrah kadabrah, maka berubahlan putusan MK.

Demikianlah. Publik mendesak agar Guntur Hamzah mundur dari posisinya sebagai Hakim Konstitusi. Guntur memang telah dinyatakan melanggar kode etik. Tapi sanksinya terlalu ringan, hanya berupa teguran. Mundur merupakan sebuah jawaban.

Diberitakan, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memutuskan Hakim Konstitusi Guntur Hamzah bersalah melanggar kode etik prinsip integritas dalam skandal pengubahan Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022. Namun, meski terbukti bersalah, Guntur hanya diganjar sanksi ringan berupa teguran oleh MKMK. Sebab itu, demi menjaga Marwah MK, Guntur diminta mundur.

Hakim Konstitusi Guntur Hamzah bersiap berfoto bersama keluarganya setelah resmi menjadi hakim konstitusi di Istana Negara, Jakarta, Rabu 23 November 2022. Guntur Hamzah resmi menjadi hakim konstitusi yang diajukan oleh DPR setelah membacakan sumpah dan janji di hadapan Presiden Joko Widodo menggantikan Aswanto yang diberhentikan oleh DPR. (Foto: TEMPO)

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Fajri Nursyamsi mendesak Guntur Hamzah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Hakim Konstitusi. Desakan disampaikan setelah Guntur, Hakim Konstitusi pilihan DPR yang dilantik Presiden Joko Widodo, dinyatakan melanggar kode etik dalam kasus pengubahan putusan MK. Guntur menggantikan Aswanto yang ditarik DPR dari jabatannya sebagai Hakim Konstitusi karena dianggap sering mematahkan undang-undang yang disusun DPR.

“Pengunduran diri ini penting untuk menjaga marwah Mahkamah Konstitusi agar tetap mendapat kepercayaan dari publik,” kata Fajri Nursyamsi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/3/2023).

Fajri kemudian meminta DPR segera mencabut mandat Guntur dan mengembalikan Aswanto sebagai Hakim Konstitusi. Sebab, pengangkatan Guntur melanggar Undang-Undang (UU) No 7 Tahun 2020 tentang MK, dan Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022.

Sebelumnya, MKMK menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis kepada Guntur Hamzah atas perbuatannya mengubah frasa di Putusan No 103/PUU-XX/2022. Putusan itu dibacakan MKMK pada Senin (20/3/2023).

Guntur, yang sebelumnya merupakan Sekretaris Jenderal MK, baru dilantik pagi itu. Akan tetapi, MKMK tidak mengantongi bukti cukup kuat untuk mengonfirmasi dugaan motif Guntur mengubah substansi putusan demi mengafirmasi keabsahan pengangkatan dirinya sebagai Hakim Konstitusi.

MKMK menilai ada beberapa hal yang memberatkan sehingga Guntur dianggap layak disanksi.

Pertama, tindakan Guntur terjadi saat publik belum reda menyoal isu keabsahan pemberhentian Aswanto, dan memunculkan spekulasi upaya untuk menyelamatkan diri walau hal itu tidak didukung bukti kuat.

Kedua, Guntur seharusnya bisa mencegah tindakannya itu karena ia belum jadi hakim saat perkara diputus oleh Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada 17 November 2022. Ketiga, Guntur sebagai hakim baru yang ikut bersidang seharusnya bertanya soal tahapan perubahan putusan.

Di sisi lain, MKMK menilai ada beberapa hal meringankan bagi Guntur. Pertama, Guntur dianggap berani bersikap transparan kepada MKMK dan mengakui perbuatannya mencoret serta mengubah frasa dalam putusan itu.

Kedua, MKMK menyoroti praktik sebagaimana terjadi dalam kasus Guntur sebetulnya merupakan hal lazim sepanjang beroleh persetujuan para hakim lain dan tidak dilakukan diam-diam.

Ketiga dan keempat, belum terdapat prosedur baku atas kelaziman di atas, dan MK dinilai lamban merespons tindakan Guntur yang sebetulnya sudah mereka ketahui beberapa hari setelahnya.

MKMK berpendapat, jika MK bergerak cepat, persoalan ini tak perlu berlarut-larut, menimbulkan kontroversi, dan bahkan MKMK mungkin tak perlu dibentuk.

Kasus pengubahan Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022 berasal dari gugatan advokat Zico Leonard pada uji materi Pasal 23 ayat 1 dan 2 serta Pasal 27 UU MK. Uji materi ini diajukan sebagai respons atas pencopotan Aswanto sebagai hakim konstitusi pada 29 September 2022.

Zico menemukan kejanggalan. Pada putusan yang dibacakan terdapat frasa “dengan demikian”, sedangkan dalam salinan frasa itu berubah menjadi “ke depan”. Kepada MKMK, Guntur mengakui dirinya yang mengubah frasa tersebut.

Tapi dalam kesimpulannya, MKMK menyatakan Guntur memang berhak mengubah frasa dengan alasan aksi tersebut dilakukan sebagai usulan perubahan dan perbaikan putusan dalam ruang lingkup kekuasaan kehakiman. Tapi Guntur tetap dinilai melanggar etik karena berbagai pertimbangan.

Dalam putusannya, MKMK juga merekomendasikan agar MK segera membuat renvoi atas Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022 dengan mengembalikan frasa “dengan demikian”.

Fajri Nursyamsi mendesak MK segera membuat renvoi ini. “Sebab pengubahan dengan kata ‘ke depan’ akan mengubah substansi hukum yang memiliki konsekuensi hukum yang jauh berbeda terhadap pengangkatan hakim,” kata Fajri.

Terakhir, Fajri meminta MK segera membuat Standard Operating Procedure (SOP) bagi Hakim Konstitusi yang hendak mengusulkan perubahan terhadap putusan yang sedang diucapkan atau dibacakan dalam sidang pengucapan putusan yang terbuka untuk umum. “Untuk mencegah terjadinya hal serupa berupa perubahan frasa atau makna putusan pasca dibacakan,” tandas Fajri.

Senada, Ketua Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia Herman mendesak Guntur Hamzah mundur. Ia menilai perbuatan Guntur yang dengan sengaja mengubah putusan MK adalah kejahatan luar biasa dan seharusnya diberi sanksi berat. “MKMK seharusnya memberikan sanksi yang setimpal, yaitu pemecatan sebagai Hakim Konstitusi dan bahkan seharusnya pada yang bersangkutan dinyatakan telah ada kecacatan moral,” ujar Herman dalam keterangan persnya, Rabu (22/3/2023).

Comment here