Editor: Karyudi Sutajah Putra
Jakarta, KABNews.id – Dalam masalah aqidah dah syariah, para ulama Afghanistan yang berafiliasi ke Taliban sebetulnya sama dengan Nahdlatul Ulama (NU). Sama-sama menganut ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja), menganut Al-Asy’ari dan Maturidi. Dalam hal fiqih, NU mayoritas Syafi’iyah dan mereka lebih condong ke Imam Hanafi, serta tarekatnya sama-sama ada aliran Naqsyabandiyah.
“Cuma cara gerakan perjuangannya yang tidak sama. Kalau NU moderat, mereka keras dan radikal. Tapi dasar sikap keras itu bukan karena mazhab Hanafi, karena Hanafi itu rasional, bukan keras. Sikap radikal dan keras itu lebih karena karakter dan mungkin budaya. Itu pengaruh Wahabi dengan alasan memurnikan dan menegakkan ajaran Islam,” papar Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj dikutip dari detik.com, Senin (6/9/2021).
Karena ternyata banyak kesamaan itulah maka sejak 2010, kata Said Aqil, NU mencoba melakukan kontak-kontak komunikasi dengan mereka. Atas prakarsa As’ad Ali, Wakil Ketua Umum PBNU saat itu, yang juga mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), tujuh faksi ulama di Afghanistan termasuk dari Taliban untuk pertama kalinya bertemu dan berdiskusi dengan NU di Jakarta. Pertemuan kemudian berlanjut di Kabul, Afghanistan. Dari pertemuan di Kabul itulah, kata Said Aqil, NU bersedia menerima 34 orang mahasiswa-mahasiswi Afghanistan untuk belajar di pesantren dan Universitas Wahid Hasyim.

“Tapi saya baru bisa hadir langsung bertemu mereka di Turki pada 2014. Waktu itu PBNU bekerja sama dengan Universitas Al Azhar, Mesir. Saya sempat berdebat panas dengan seorang ulama Taliban terkait penghormatan terhadap hak-hak perempuan. Tapi dia marah-marahnya pakai bahasa Afghanistan, jadi saya enggak ngerti ha-ha-ha,” tutur Kiai Said.
Pada 30 Juli 2019, Said bersama pengurus PBNU menerima 11 tokoh Taliban yang menjadi tamu utama Jusuf Kalla, saat itu Wakil Presiden RI. Dalam pertemuan selama lebih dari satu jam itu, dia memaparkan garis besar perjuangan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang bukan negara agama, juga tidak sekuler. Sebaliknya para tokoh Taliban yang dipimpin Mullah Abdul Ghani Baradar dalam pertemuan itu lebih banyak meluapkan semangat mereka untuk melawan Amerika Serikat (AS).
Selain mengungkap hubungan NU dengan Taliban, Kiai Said juga mengungkapkan riwayat terbentuknya kelompok Ahmadiyah, termasuk awal mula masuknya mereka ke Indonesia. Meskipun secara aqidah jelas berbeda, tapi warga Ahmadiyah tetap harus diperlakukan dengan baik. “Kami kedepankan dialog yang lembut, bukan dengan kekerasan, apalagi merusak dan membakar masjidnya,” sesal Kiai Said.
Terkait isu amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Kiai Said mengungkapkan para ulama NU pernah merekomendasikan agar pemilihan presiden dan para kepala daerah dikembalikan ke MPR RI dan DPRD.
Comment here