Indonesia Incar Posisi Raja Baterai Listrik Dunia

Admin

Indonesia Incar Posisi Raja Baterai Listrik Dunia

Kabnews.id – Ekonomi Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Novyan Bakrie, mengungkapkan ambisi besar Indonesia: menjadi kiblat dunia dalam pengolahan material baterai kendaraan listrik. Menurutnya, mematuhi standar internasional tak hanya selaras dengan konstitusi, tapi juga membuka peluang bisnis yang sangat menggiurkan.

Anin, sapaan akrabnya, menjelaskan visi ini lebih jauh saat menjadi panelis di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss (22/1/2025). "Ambisi kita bukan hanya memproduksi material baterai, tapi juga bagaimana proses produksinya. Indonesia punya keunikan. Bayangkan, kita bisa produksi pakai energi hijau, tetap ramah lingkungan," tegasnya.

Indonesia Incar Posisi Raja Baterai Listrik Dunia
Gambar Istimewa : imgapps.okezone.com

Bukan sekadar mimpi, lanjut Anin, Indonesia sudah membuktikannya. Banyak perusahaan dalam negeri yang telah mengekspor produknya, tak hanya ke China, tetapi juga ke Eropa (melalui Eramet dan Volkswagen) dan Amerika Serikat (melalui Ford). Ia optimistis, September mendatang Indonesia akan mampu memenuhi standar internasional yang tinggi, seperti EMA 50.

Indonesia membuka pintu selebar-lebarnya untuk kerja sama bisnis. "Kita posisikan diri sebagai mitra yang adil bagi semua," ujar Anin. Terkait potensi kerja sama yang lebih condong ke China, Anin menekankan upaya Indonesia untuk menyeimbangkan kerja sama dengan negara-negara Barat. Contohnya, PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk miliknya membentuk Indo-pacific Net-zero Battery-materials Corsortium (INBC) yang fokus bermitra dengan negara-negara Barat. "Eropa, termasuk Inggris, dan AS butuh material baterai berbasis nikel," tambahnya.

Investasi AS di industri kendaraan listrik dinilai Anin sebagai peluang emas bagi Indonesia. Indonesia berpotensi menjadi pemasok perangkat keras, membutuhkan rantai pasokan yang berkelanjutan, tangguh, terjangkau, dan efisien. "Kita belum tahu bentuk kerjasamanya nanti, bilateral atau bagaimana. Tapi bagi Indonesia yang memulai dari posisi kurang menguntungkan dan belum punya perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan AS, ini potensi keuntungan besar," pungkas Anin.

Also Read

Tags