Kabnews.id – Ekonomi mengungkap fakta mengejutkan terkait harga gabah petani. Data yang diterima kabnews.id menunjukkan harga gabah kering panen (GKP) di sejumlah daerah masih jauh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan sebesar Rp6.500 per kilogram (kg). Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan petani.
Di Aceh, harga gabah hanya berkisar Rp5.800-Rp6.300/kg (rata-rata Rp6.000/kg). Kondisi serupa terjadi di Bengkulu (Rp6.000/kg), Jambi (Rp4.800-Rp5.500/kg), dan Natuna, Kepulauan Riau (Rp5.000-Rp6.000/kg). Jawa Barat, khususnya Tasikmalaya dan Kuningan, juga mengalami hal serupa dengan harga rata-rata Rp5.800/kg. Jawa Tengah dan Yogyakarta pun tak luput dari masalah ini, dengan harga gabah rata-rata di bawah Rp6.000/kg. Bahkan di Gunung Kidul, Yogyakarta, harga gabah hanya mencapai Rp5.000-Rp5.800/kg.
Situasi serupa juga ditemukan di Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan, dengan harga rata-rata Rp5.300-Rp6.400/kg. Kondisi ini jelas merugikan petani, mengingat harga jual gabah jauh di bawah HPP yang telah ditetapkan.
Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Yadi Sofyan Noor, menyoroti lambannya Bulog dalam menjalankan fungsinya sebagai stabilisator harga. Ia mengungkapkan kekecewaannya karena Bulog belum aktif menjaga HPP GKP di saat panen raya. "Petani menjual gabah, bukan beras. Seharusnya Bulog aktif menjaga HPP saat panen, tapi kenyataannya belum sesuai arahan pemerintah," ujar Yadi.
Ia mencontohkan kasus di Sumatera Selatan, di mana GKP hanya dihargai Rp5.500/kg, jauh di bawah HPP. Lebih memprihatinkan lagi, di beberapa daerah Bulog justru menyerap beras, bukan gabah petani. Kondisi ini menunjukkan inefisiensi dan ketidaktepatan intervensi pemerintah dalam menjaga kesejahteraan petani.
