Kabnews.id – Ekonomi mengungkap fakta miris di balik capaian swasembada pangan nasional. 70% gabah petani di Indonesia dibeli jauh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan sebesar Rp6.500 per kilogram. Kondisi ini membuat Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, geram. "Ini sangat tidak baik bagi petani kita. Kita sudah memberikan subsidi Rp144 triliun, kita sudah paksa petani menanam. Tapi setelah mereka produksi dan surplus, kita malah abaikan mereka," ujarnya dengan nada kecewa.
Data yang dihimpun kabnews.id menunjukkan harga gabah di beberapa daerah masih jauh dari angka HPP. Di Kecamatan Bunguran Tengah, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, harga gabah hanya berkisar Rp5.000-Rp6.000 per kilogram. Kondisi serupa terjadi di Kabupaten Bantul dan Gunung Kidul, Yogyakarta, dengan harga masing-masing Rp5.800-Rp6.300 dan Rp5.000-Rp5.800 per kilogram.
Dampaknya sangat signifikan. Amran Sulaiman memperingatkan ancaman serius terhadap swasembada pangan nasional jika kondisi ini terus berlanjut. "Terjadi penurunan luas tanam di dua minggu terakhir. Kenapa? Karena harga. Petani beralih menanam sayuran yang lebih menguntungkan, khususnya di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat," jelasnya. Peralihan komoditas ini tentu saja berpotensi mengganggu target produksi beras nasional.
Rendahnya serapan gabah oleh Bulog juga menjadi sorotan. Menurut Pengamat Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Hermanto Siregar, hal ini disebabkan karena hanya sebagian produksi petani yang memenuhi syarat untuk mendapatkan HPP Rp6.500. Syarat tersebut meliputi kadar air 25% atau lebih rendah dan kadar hampa 10% atau lebih rendah. Kebijakan ini dinilai perlu dievaluasi untuk memastikan kesejahteraan petani dan keberlanjutan program swasembada pangan.